ulan Oktober 2011 merupakan bulan yang dipenuhi oleh berbagai kegiatan astronomi di Indonesia. Hal ini tak lain karena di buln Oktober 2011, insitusi pendidikan tinggi Astronomi merayakan 60 tahun berlangsungnya pendidikan tinggi astronomi di Indonesia. Di sela-sela kesibukan tersebut seperti biasa, di penghujung bulan Oktober Hujan Meteor Orionid kembali mengunjungi para pecinta langit saat Bumi melintasi sisa debu ekor komet Halley.

Hujan meteor Orionid akan tampak berasal dari Rasi Orion si Pemburu. Kredit : Starwalk
Pengamatan Hujan Meteor Orionid
Rasi Orion sendiri terbit sekitar jam 11 malam karena itu carilah lokasi yang cukup tinggi untuk dapat menikmati hujan meteor tanpa gangguan Bulan, 2 jam sebelum Bulan terbit. Setelah Bulan terbit, pengamat langit masih bisa menikmati hujan meteor meski jadi tidak terlalu optimal. Pada saat puncak diperkirakan meteor yang bisa dilihat sekitar 30 meteor per jam.

Lokasi Orionid saat Bulan telah terbit. Kredit : Starwalk
Pengamatan sebaiknya dilakukan dari area yang bebas polusi cahaya.

Tampak Orionid, eta-Geminid, Bulan, Mars, dan bintang-bintang terang di Orion. Kredit : Starwalk
Hujan meteor orionid pertama kali ditemukan oleh E.C. Herrick (Connecticut, USA) pada kisaran tahun 1839 saat ia membuat pernyataan ambisius bahwa aktivitas hujan meteor tersebut terjadi tanggal 8 – 15 Oktober. Pernyataan yang serupa kembali terlontar di tahun 1840 saat ia berkomentar kalau “waktu yang tepat dari hujan meteor dengan frekuensi yang besar di Bulan Oktober masih belum betul-betul diketahui, namun kemungkinannya aktivitas meteor tersebt bisa ditemukan antara tanggal 8 – 25 Oktober”.
Pengamatan hujan meteor Orionid secara presisi pertama kali dilakukan oleh A. S. Herschel pada tanggal 18 Oktober 1864 saat 14 meteor ditemukan tampak berasal dari rasi Orion. Dan di tahun 1865 tanggal 20 Oktober, Herschel mengkonfirmasi radian hujan Meteor tersebut memang berasal dari Rasi Orion.
http://langitselatan.com/2011/10/20/hujan-meteor-orionid-2011
0 komentar:
Posting Komentar